RumpunMedia.com, Bandar Lampung – Mulai tahun depan cara pembelian gas elpiji tabung tiga kilogram berubah. Masyarakat diharuskan menunjukkan KTP terlebih dahulu ketika akan membeli gas bersubsidi tersebut, Kamis (29/11/2018).
Hal tersebut terungkap dalam focus group discussion (FGD) Tata Niaga dan Pengawasan Pendistribusian elpiji tiga kilogram di Lampung yang berlangsung di aula Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (27/11) Lalu.
Kapala Bidang Energi Dinas ESDM Lampung Jefri Aldi mengatakan, ke depan bakal ada peraturan gubernur (Pergub) baru tentang tata niaga dan pengawasan pendistribusian elpiji tiga kilogram.
Berikut ini, pola pengguna elpiji tiga kilogram atau yang dikenal dengan gas melon dibagi dua. Yakni kelompok rumah tangga yang harus memiliki beberapa kriteria. Diantaranya memiliki KTP Lampung dan kartu keluarga (KK), atau identitas lainnya yang dikeluarkan dan disahkan oleh lurah setempat.
Kemudian terdaftar dan terverifikasi sebagai pengguna elpiji tiga kilogram, di RT, RW dan kelurahan sesuai domisili tetap. Lalu, tidak menggunakan bahan bakar tersebut selain untuk keperluan memasak dan penerangan.
Kelompok kedua adalah usaha mikro. Syaratnya, usaha telah diverifikasi oleh organisasi perangkat daerah (OPD) yang menangani. Meliputi jenis usaha, peralatan, dan sarana penunjang serta jumlah kebutuhan elpiji selama satu bulan.
”Lalu, memenuhi kriteria sebagai usaha mikro sesuai ketentuan perundang-undangan,” kata dia.
Menanggapi hal tersebut Hendi DP tokoh peduli masyarakat Bumi Sai Wawai mengatakan, efektifnya gas bersubsidi harus dilakukan pendataan secara konferhensip supaya penggelolaan di bawah tidak bingung untuk mendistribusikan gas tersebut di tahun depan.
“Kalau mau dibuat semacam zonasi seperti itu harusnya sosialisanya di gencarkan supaya masyarakat faham dan tau aturan itu ternyata lebih memudahkan mereka,” ucap Hendi usai coffee morning dalam acara rembuk rukun RT,RW.

Hendi DP
Hendi melanjutkan, untuk OPD yang bertanggung jawab terhadap terselenggaranya pergub ini, dirinya ingin pihak-pihak terkait membentuk sistem yang kuat dan serius dalam penerapan di lapangan.
“Ya budaya antri itu kalau bisa dihilangkan, karena indikasinya dimana ada antrian maka disitu ada celah-celah peluang dalam tanda kutip,” ujarnya.
Hendi juga menyebut, jika pemerintah ingin serius menata pembangunan yang baik, maka semua hal yang bentuknya subsidi lebih baik dialihkan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat lainya.
“Pergub ini kan termasuk program yang baik. Untuk efisiensinya lebih efektif dibuat secara langsung,” pungkasnya.